Presiden Jokowi Temui Benny Giay dan Sejumlah Pimpinan Gereja Sebelum ke Papua

Presiden Jokowi Temui Benny Giay dan Sejumlah Pimpinan Gereja Sebelum ke Papua

JAKARTA, SUARAPAPUA.com — Sebelum melakukan perjalanan ke sejumlah daerah di tanah Papua, Presiden Joko Widodo (Jokowi), Jumat (26/12/2014) malam, bertemu dengan Ketua Sinode Gereja Kemah Inji (Kingmi) di tanah Papua, Pdt. Dr. Benny Giay, dan sejumlah pimpinan Gereja di Jakarta.

Pertemuaan berlangsung di Wisma Negara, Istana Presiden, Jakarta, sekitar pukul 22.00 Wib. Pdt. Dr. Benny Giay didampingi oleh Pdt. Bambang Widjaya (PGI), Romo Benny Susetyo (KWI), Mgr. Ignatius Suharyo (Uskup Agung Jakarta), Pdt. Phil Erari (PGI), Novel Matindas (PGI), dan Pdt. Krise Gosa.

Sedangkan Presiden Jokowi yang mengenakan kemeja putih didampingi Menteri Sekertaris Negara (Mensegneg), Pratikno, dan Sekertaris Kabinet (Sekab), Andi Widjajanto. (Baca: Aparat TNI/Polri Tembak Mati Empat Warga Sipil di Kabupaten Paniai).

Pdt. Benny Giay, saat dihubungi melalui telepon selulernya mengatakan, seruan moral sejumlah pimpinan Gereja untuk menolak kedatangan Jokowi telah ia sampaikan langsung ke orang nomor satu di Indonesia. (Baca: Pimpinan Gereja Tolak Rencana Presiden Jokowi Hadiri Perayaan Natal di Papua).

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

Saya sampaikan kepada Presiden, kami tolak karena orang Papua sedang berduka atas penembakan lima pelajar di Paniai. Saya bilang sama saja kalau Presiden datang ikut natal, tapi pembunuhan dan pembantaian orang Papua jalan terus,” ujar Giay, kepada suarapapua.com, Sabtu (27/12/2014) pagi.

Kata Giay, ia juga memberikan apresiasi kepada Presiden Jokowi karena mampu mendulang suara cukup tinggi di Papua, artinya, ia dipercaya oleh orang Papua, namun yang disesalkan, lahir sejumlah kebijakan yang justru menyakiti hati orang Papua. (Baca: Lagi, Satu Warga Paniai Tewas Ditembak TNI/Polri; Korban Jadi Lima Orang).

Saya sampaikan ke Presiden, orang Papua sangat kecewa, karena baru dua bulan menjabat, ada Kodam baru di Manokwari, rencana pemekarana dua provinsi, dan ada transmigrasi di Papua, ini sangat disesalkan oleh orang Papua. Persoalan paling besar adalah ketidakpercayaan Jakarta terhadap orang Papua,” kata Giay.

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

Giay juga secara tegas meminta Presiden Jokowi untuk menyikapi peristiwa penembakan di Paniai dengan membentuk Komite Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP-HAM), agar siapa saja yang terlibat bisa diproses melalui hukum. (Baca: Kado Natal Jokowi-JK untuk Papua, 5 Warga Paniai Tewas Ditembak TNI/Polri).

Terkait peristiwa Paniai, saya juga sampaikan langsung kepada Presiden agar segera membentuk KPP-HAM, jangan TPGF atau TPF, karena ujung-ujungnya pasti didorong ke peradilan militer, dan pasti ada yang melindungi anggotanya,” ujar Giay.

Giay juga tidak lupa menyerahkan sebuah titipan dari Audryne Karma, putri tahanan politik Papua, Filep Karma, yakni, buku ayahnya yang berjudul “Seakan Kitorang Setengah Binatang” yang baru diluncurkan tanggal 1 Desember 2014 lalu.

Saya menyerahkan langsung buku itu kepada Jokowi, dan menyampaikan kerinduan Audryne, agar ayahnya dan sejumlah Tapol di Papua bisa dibebaskan tanpa syarat, Jokowi langsung menerima pemberian buku itu,” kata Giay. (Baca: Ini 5 Nama Korban Tewas, dan 2 Korban Luka Kritis di Paniai).

Baca Juga:  ULMWP Kutuk Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Selain itu, Giay juga meminta agar Jokowi memenuhi janji selama kampanye di Papua, yakni membuka Papua dari jangkauan dunia, yakni mengijinkan wartawan untuk meliput, mengijinkan LSM Internasional bekerja, dan tidak persulit warga negara asing untuk memasuki wilayah ini.

“Saya lihat Jokowi mendengar dengan baik apa yang kami sampaikan, terkai kasus Paniai beliau bilang sudah dengar, dan akan bicara agar persoalan Papua dapat diselesaikan tuntas dan menyeluruh,” kata Giay.

 

OKTOVIANUS POGAU

 

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.