ArsipGubernur Papua Ancam Mundur Jika RUU Otsus Plus Tidak Diakomodir

Gubernur Papua Ancam Mundur Jika RUU Otsus Plus Tidak Diakomodir

Minggu 2014-08-17 22:50:15

PAPUAN, Jayapura — Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe mengaku siap mundur dari jabatannya, jika draft nomor 14 Undang-Undang Pemerintah Papua Otonomi Khusus di tanah Papua tidak diakomodir oleh pemerintah pusat.

"Kemarin UU Otsus sudah kita bicara keras. Pada saat harmonisasi dari kementerian dan lembaga lalu dibawa ke departemen Hukum dan HAM, terjadi perubahan banyak, terutama pasal-pasal yang menyangkut bidang Ekonomi, Perikanan, Kehutanan, Pertambangan."

 

"Saya sampaikan, kami datang dengan damai menyampaikan pasal-pasal krusial yang menyangkut politik sudah kita hapus sejak awal, kenapa pasal ekonomi yang kita perjuangkan terjadi perubahan banyak. Melihat itu, saya langsung kembalikan, buka baju, letakkan lambang garuda di depan Mendagri. Jadi saya bilang, saya siap mundur kalau tidak mengakomodir aspirasi draft 14,” kata Enembe, seperti ditulis tabloidjubi.com, Minggu (17/8/2014) siang.

 

Menurut Enembe, inti dari draft 14 ada 29 pasal strategis untuk pembangunan Papua, termasuk kehutanan, perikanan, dan pertambangan.

 

“Justru kita inginkan itu, sehingga orang bicara referendum kita potong, tujuannya kita bisa goalkan ini, tapi yang terjadi terbalik, makanya kita tidak sempat menjadi materi di Pidato presiden, karena saya berhentikan di Mendagri,” ujarnya kepada wartawan.

 

Enembe mengaku, tujuan ia ke Jakarta adalah untuk memparaf dan selanjutnya diserahkan ke Presiden RI untuk masuk dalam pidato kenegaraan.

 

“Saya berhentikan itu semua karena melihat semua pasal-pasal yang kita inginkan masih mengacu pada Jakarta. Termasuk bagi hasil dan pajak. Mereka kamuflase dengan kenaikan DAU dari dua persen menjadi empat persen, dana infrastruktur menjadi dua persen,” jelasnya, seperti ditulis tabloidjubi.com, sore ini.

 

Menurut orang nomor satu di provinsi Papua ini, ia datang ke Jakarta bukan untuk meminta adanya kenaikan Dana Alokasi Khusus (DAU), tetapi mengharapkan pemberiaan kewenangan yang lebih luas.

 

“Jadi saya ribut-ribut di sana. Karena yang kita inginkan adalah kesejahteraan, sumber daya alam, ekonomi, kekayaan kita, laut kita, hutan kita, dan tambang kita dikelola sepenuhnya di Papua dan digunakan untuk kemajuan Papua, itu saja. Kita tidak minta merdeka,” ujar Gubernur.
 

Menurutnya, laporan dari tim asistensi pemerintah Papua yang ada di Jakarta, saat ini tim sudah membahas isi dari UU Otsus sampai pasal 222.

 

“Itu semua oke-oke, tapi saya sampaikan diatas pasal 222 itu pasal-pasal inti, pasal ekonomi harus hati-hati. Sampai sekarang masih dibahas, saya lihat mungkin banyak yang diserahkan ke staf-staf yang mungkin belum memahami Papua, jadi saya lihat itu staf yang kerjakan akhirnya para menteri tidak tahu juga, setelah kita bicara baru mereka tahu,” ujar Enembe.

 

Sementara itu, aktivis Gerakan Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat Papua (GempaR) di Jayapura, Frits Kiriho menilai pernyataan Gubernur Papua sebagai sikap kekanak-kanakan.

 

“Kami dari awal sudah tolak RUU Otsus Plus, karena rakyat Papua dan mahasiswa tidak pernah diajak duduk untuk bicara, sekarang sudah tabrak tembok di Jakarta, Gubernur mengeluh sana-sini, sangat memalukan sekali,” tegasnya.

 

Kiriho mengatakan, GempaR sudah berulang kali melakukan aksi demo penolakan RUU Otsus Plus, karena tahu bahwa tidak akan memberikan manfaat apa-apa, namun selalu saja dihalau aksi-akai tersebut.

 

“Dari awal kami sudah sampaikan kepada publik, pemerintah pusat selalu permainkan orang Papua, sekarang sudah terbukti, dan bahkan Gubernur sendiri yang ancam lepas garuda di dada. Sekarang apakah salah kami yang terus demo, kan tidak toh, salahkan pusat sana,” tegasnya.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Freeport Setor Rp3,35 Triliun Bagian Daerah atas Keuntungan Bersih 2023

0
“Keberhasilan kami sebagai perusahaan adalah ketika masyarakat di lingkungan sekitar area operasional meningkat taraf hidup dan kesejahteraannya. Kami terus bertumbuh dan berkembang bersama Papua hingga selesainya operasi penambangan pada 2041,” kata Tony.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.